LET's

Sabtu, 10 Oktober 2015

Di Tanah Kelahiranku : Ada Asing di Setiap Dinding

" Tanah ku yang ku cintai engkau ku hargai"  - Ibu Sud dalam Tanah Airku


Tanahku Indonesia,  negeri yang kaya dan subur dalam benaku. Bagaimana tidak daratannya luas membentang, lautannya lapang menantang. Hingga terkadang ku urungkan niat untuk pergi mengelilinginya hingga pelosok sana, saking luasnya tanah airku.

Kata orang negeri ini salah satu negeri terbesar di dunia dengan penduduk yang cukup padat, kata sejarah negeri ini di berdiri atas hasil keringat rakyat yang berjuang dan para serdadu dengan rela menumpahkan darahnya untuk kemerdekaan bangsa. Tapi, aku termenung ketika mendengar amanat Bapak Soekarno bahwa perjuangan akan terasa berat jika kita bukan melawan penjajah asing, tapi melawan bangsa sendiri. Dan ini terjadi.

Ketika menulis ini mungkin usiaku belum cukup matang aku seorang perempuan yang baru berusia kepala dua, tak layak jika harus berkomentar banyak karena pengalaman hidup di tanah ini pun masihlah minim. Tapi tak ada salahnya bukan aku menyampaikan sedikit perasaanku pada bangsa ini ?

Ditengah sejuta kebanggaanku pada tanah ini, ada rasa prihatin yang begitu mendalam. Entah harus dimulai dari mana untuk mengubah rasa prihatin itu? kita yang terlanjur terbiasa atas dasar kemakluman hidup sebagaimana  memaklumi langit yang kadang cerah dan terkadang mendung, adakalanya saat kita jaya atau kadang terhina. Semuanya terasa lumrah karena berbagai generasi terlalu terbuai dengan kenikmatan dunia yang fana, segala fasilitas terpenuhi.

Tapi kita harus memulai darimana, ketika kebohongan disampaikan secara berulang dan kita masih saja percaya? ketika sekelompok guru yang mengabdi sepenuh hati untuk mendidik para generasi muda dibayar dengan recehan? ketika para murid terbebani dengan bergonta-gantinya sistem pendidikan yang ada, fasilitas tidak merata sementara anggaran luar biasa besarnya.   

 Rakyat kecil sepertikupun sebenarnya tak mau menyalahkan para penguasa, hanya saja apa yang sedang dilakukan mereka? mereka yang berdiri di atas ratapan rakyat, terlanjur nyaman dan lupa hingga khilaf apa saja yang harus mereka bela dan perjuangkan? kemajuan ekonomi yang dibangga-banggakan hanya hitungan jari dirasakan oleh sekelompok golongan. Faktanya, sekolompok rakyat masih saja kelaparan dengan penghasilan pas-pasan, sekelompok anak sulit mencari lahan permainan meratapi mall dan apartemen yang dibangun semena-mena. Air bersih pun harus ditukar dengan senilai rupiah sambil menikmati banjir kiriman layaknya kolam renang. Asap yang tak kunjung reda oleh oknum yang tidak bertanggung jawab jangankan mencari ilmu dan sesuap nasi bagi sekelompok orang bernafas dengan udara bersih saja sudah wujud tasa syukur terbesar.

Keberadaan produk asing sudah melekat dengan dengan kehidupan masyarakat. Salah satunya aku pun menjadi korban. Aku meminum dua botol air mineral setiap hari yang 74% sahamnya milik asing, peralatan keseharianku, motor, hingga berkomunikasi semua sahamnya milik bangsa asing. Dan yang paling mengkhawatirkan masyarakat kita lebih menghargai produk asing karena produk lokal dinilai kurang berkualitas. Dan aku kian sadar bahwa kini kita sedang dijajah tanpa disadari.

Untuk siapa niat baik yang sulit terealisasi di dalam setiap pidato kenegaraan itu? untuk siapa kebijakan ini itu disusun? apakah negeri ini hanya milik para pemodal asing? apakah tanah kelahiranku ini milik para penjilat asing yang kemudian tanpa disadari merampok berbagai kekayaan alam yang ada? apa tanah airku ini milik para oknum perusak lingkungan ?.

Konon koruptor yang ditangkap komisi itu dulunya juga mahasiswa bahkan tak sedikit mantan aktivis yang meneriakan kebenaran dalam ajang demonstrasi. Lantas apa gunanya pendidikan tinggi yang mereka punya? Entah benar mereka bersalah atau entah karena konspirasi suatu fitnah yang sangat keji. Biar Tuhan saja yang terlibat di pengadilan akhirat nanti.

Sungguh aku merasa bingung harus kutujukan kepada siapa semua pertanyaan itu. Sungguh aku terlalu resah harus mulai darimana memperbaikinya selain dari diri sendiri dan saat ini. Tapi bersyukurlah atas keresehanku ini, sebab katanya keresahan adalah bibit perubahan. Ia akan tumbuh disiram dengan optimisme dan dipupuk dengan pengorbanan. Karena pada akhirnya hidup adalah pilihan berjalan atas kebenaran atau pembenaran.

Siapapun kamu yang membaca tulisan ini, apapun profesimu lakukanlah yang terbaik untuk bangsa dan agamamu. Agar saat kelak hidupmu kembali pada Rabb-mu kita akan berbangga bahwa kita selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk tanah kelahiran kita INDONESIA. Bila kamu merasa sekililingmu gelap dan tak tentu arah. Tidakkah kamu curiga bahwa Tuhan mungkin saja menitipkan cahaya kebangkitan bangsa itu melalui tindakanmu atas dasar nurani yang kamu miliki?.

Bandung, 10 – Oktober - 2015
Oleh : Devi Pratiwi Sudrajat, S.Pd


Tidak ada komentar:

Posting Komentar