LET's

Jumat, 31 Juli 2015

Antara Aku, Hijrah dan Jodoh

#NoteToMySelf
Oleh : Devi Pratiwi Sudrajat



Beberapa hari kemarin saya bercakap dengan seorang sahabat. Kebahagiaan meliputi dikarenakan ia mulai menjalankan kewajiban mengenakan jilbab. Namun ada satu renungan untuk diri disaat kami mulai bebagi pengalaman. Sungguh tak bermaksud merasa diri jauh lebih baik karena kataqwaan seseorang hanya Allah yang patut menilai namun ada satu yang mengganjal di hati.

saya tanyakan kepadanya. “apa alasan kamu berhijrah ?”
Sahabatku mengatakan “Aku ingin memiliki jodoh yang baik”. Saya tersenyum lalu  bertanya kepada diri sendiri. Wahai diri apa alasanmu pun seperti itu?  Apa alasanmu berhijrah dikarenakan manusia? bukan benar-benar ingin taat kepada sang Maha pencipta ?

Saya yakin kita semua tau bahwa amalan seseorang dilihat dari niatnya. Jika niat hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan mendapatkannya. Namun, jika hijrahnya karena seorang wanita, ia akan mendapatkannya, tapi tidak dengan Allah dan Rasul-Nya. Lalu, ketika niat memperbaiki diri yang dimaksud adalah untuk mendapatkan jodoh terbaik.

“ Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang .baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik. (Qs. An Nur:26)

Semua tidaklah salah karena Allah yang menjanjikan, dengan ia mau menjalankan kewajiban mengenakan jilbabpun itu sudah sangat baik. “Jodoh adalah cerminan diri” adalah kalimat yang baik untuk memotivasi dalam kebaikan, hanya kadang terpikir segala yang kita lakukan memperbaiki diri, beraktivitas, bekerja, beribadah pernahkah terlintas untuk diniatkan lillahita’ala . Zat memberikan kita kehidupan zat yang mengatur qada dan qadar.  Niat kita untuk mendapatkan ridho Allah. Sebab, yakin pasti kebutuhan atau keinginan kita akan mengekor setelahnya. Allah Maha Tahu semua tentang kita, sedetil-detilnya. Bukankah lebih baik kita mendapatkan keridhoan Allah, ketimbang dunia dan seisinya? Api neraka yang  panas sekalipun akan menjadi sejuk jika Allah ridho. Para pendosa sekalipun bisa jadi masuk surga asal Allah ridho. Apalagi jodoh dan rejeki yang sangat mudah bagi Allah?

Dan satu yang pasti ketika kita memperbaiki diri. Siapakah yang patut menilai kita sudah baik ? hanya Allah bukan? Karena terkadang manusia hanya melihat kualitas seseorangi secara parsial tidak menyeluruh. Perihal nanti akan dijodohkan dengan siapa kita hanya wajib berikhtiar pada akhirnya Allah yang menentukan. Ketika Rosulullah SAW berjodoh dengan Siti Khadijah, Fatimah r.a dengan Ali ra, Fir’aun dengan Asiah. Atau aku dengan kamu. Hanya Allah yang tahu kebaikan untuk kita. Allah merahasiakan itu semua agar kita mau mengusahakannya bukan? Kita ditakdirkan untuk dilahirkan ke dunia hanya kita diwajibkan untuk memilih jalan baik atau buruk. Jika landasan kita karena Allah semoga Allah pun menetapkan takdir yang baik untuk kita. 

Di dalam do’a iftitah yang kita lafalkan setiap shalat, “ inna shalaatii wa nusukii wa mahyaaya wa mamati lillahi robbil-‘alamiin” Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku semata hanya untuk Allah Tuhan seru sekalian alam. Sudahkah kita mengamalkanNya? tentu hanya diri kita yang  mampu menjawabnya.

Kesalahan kita, kemaksiatan kita dimasa lalu diwajibkan untuk kita perbaiki, dan semoga perbaikan itu ikhlas karenaNya agar tidak kecewa pada ketetapanNya.. Hidup adalah perjalanan pendek, hanya sebentar. Tak akan ada habisnya jika kita terus memikirkan tentang kehidupan dunia. Memikirkan hidup enak tapi lupa memikirkan mati enak. Karena sifat dasar manusia tidak pernah puas terhadap apa yang didapat.
 Semoga menjadi renungan untuk diri ini yang banyak khilaf. Wallahu’alam bishawab.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar