Oleh : Devi Pratiwi Sudrajat
Beberapa hari kemarin
saya bercakap dengan seorang sahabat. Kebahagiaan meliputi dikarenakan ia mulai
menjalankan kewajiban mengenakan jilbab. Namun ada satu renungan untuk diri
disaat kami mulai bebagi pengalaman. Sungguh tak bermaksud merasa diri jauh
lebih baik karena kataqwaan seseorang hanya Allah yang patut menilai namun ada
satu yang mengganjal di hati.
saya tanyakan kepadanya. “apa alasan kamu berhijrah ?”
Sahabatku mengatakan “Aku ingin memiliki jodoh yang
baik”. Saya tersenyum lalu
bertanya kepada diri sendiri. Wahai diri apa alasanmu pun seperti itu?
Apa alasanmu berhijrah dikarenakan manusia? bukan benar-benar ingin taat
kepada sang Maha pencipta ?
Saya yakin kita semua tau
bahwa amalan seseorang dilihat dari niatnya. Jika niat hijrahnya untuk Allah
dan Rasul-Nya, maka ia akan mendapatkannya. Namun, jika hijrahnya karena
seorang wanita, ia akan mendapatkannya, tapi tidak dengan Allah dan Rasul-Nya.
Lalu, ketika niat memperbaiki diri yang dimaksud adalah untuk mendapatkan jodoh
terbaik.
“ Wanita-wanita yang
tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik
adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang .baik untuk lelaki yang
baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik. (Qs. An Nur:26)
Semua tidaklah salah
karena Allah yang menjanjikan, dengan ia mau menjalankan kewajiban mengenakan
jilbabpun itu sudah sangat baik. “Jodoh adalah cerminan diri” adalah kalimat
yang baik untuk memotivasi dalam kebaikan, hanya kadang terpikir segala yang
kita lakukan memperbaiki diri, beraktivitas, bekerja, beribadah pernahkah
terlintas untuk diniatkan lillahita’ala . Zat memberikan kita kehidupan zat
yang mengatur qada dan qadar. Niat kita untuk mendapatkan ridho Allah.
Sebab, yakin pasti kebutuhan atau keinginan kita akan mengekor setelahnya.
Allah Maha Tahu semua tentang kita, sedetil-detilnya. Bukankah lebih baik kita
mendapatkan keridhoan Allah, ketimbang dunia dan seisinya? Api neraka yang
panas sekalipun akan menjadi sejuk jika Allah ridho. Para pendosa
sekalipun bisa jadi masuk surga asal Allah ridho. Apalagi jodoh dan rejeki yang
sangat mudah bagi Allah?
Dan satu yang pasti
ketika kita memperbaiki diri. Siapakah yang patut menilai kita sudah baik ?
hanya Allah bukan? Karena terkadang manusia hanya melihat kualitas seseorangi
secara parsial tidak menyeluruh. Perihal nanti akan dijodohkan dengan siapa
kita hanya wajib berikhtiar pada akhirnya Allah yang menentukan. Ketika
Rosulullah SAW berjodoh dengan Siti Khadijah, Fatimah r.a dengan Ali ra,
Fir’aun dengan Asiah. Atau aku dengan kamu. Hanya Allah yang tahu kebaikan
untuk kita. Allah merahasiakan itu semua agar kita mau mengusahakannya bukan?
Kita ditakdirkan untuk dilahirkan ke dunia hanya kita diwajibkan untuk memilih
jalan baik atau buruk. Jika landasan kita karena Allah semoga Allah pun
menetapkan takdir yang baik untuk kita.
Di dalam do’a iftitah
yang kita lafalkan setiap shalat, “
inna shalaatii wa nusukii wa mahyaaya wa mamati lillahi robbil-‘alamiin”
Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku semata hanya untuk Allah
Tuhan seru sekalian alam. Sudahkah kita mengamalkanNya? tentu hanya diri
kita yang mampu menjawabnya.
Kesalahan kita, kemaksiatan
kita dimasa lalu diwajibkan untuk kita perbaiki, dan semoga perbaikan itu
ikhlas karenaNya agar tidak kecewa pada ketetapanNya.. Hidup adalah perjalanan
pendek, hanya sebentar. Tak akan ada habisnya jika kita terus memikirkan
tentang kehidupan dunia. Memikirkan hidup enak tapi lupa memikirkan mati enak.
Karena sifat dasar manusia tidak pernah puas terhadap apa yang didapat.
Semoga menjadi
renungan untuk diri ini yang banyak khilaf. Wallahu’alam
bishawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar