Oleh
: Devi Pratiwi Sudrajat
Tahun
80-an musisi legendaris Indonesia, Iwan Fals yang populer dalam album Sarjana
Muda membuat lagu Umar bakri, lagu yang menggambarkan perjuangan tokoh fiktif seorang
pendidik dengan segala keterbatasan yang ada. Pada era itu pula menggambarkan
bagaimana masyarakat indonesia memaknai profesi guru. Satu bulan penuh dengan
keringat keluh kesah mendidik hanya di bayar sekadarnya. Itulah sebabnya dulu
jarang sekali ada generasi muda bercita-cita menjadi guru. Saya masih ingat
ketika saat itu saya memasuki bangku kelas 7 SMP, sebutlah salah satu SMP
favorit di Kota Bandung pada zamannya. Setiap senin pagi biasanya wali kelas
mengisi perwalian sekedar berbagi cerita atau memotivasi. Saat itu wali kelas
saya adalah guru kesenian ia bertanya : siapakah di kelas ini yang bercita-cita
menjadi dokter, saya masih ingat teman di samping saya mengangkat tangan juga
sekitar lima orang lainnya. Siapa yang bercita-cita menjadi insinyur mungkin
seperempat kelas mengangkat tangan, tiba di suatu pertanyaan ; siapa diantara
kalian yang bercita-cita menjadi seorang guru seorang pendidik? dari sekitar 40
siswa di kelas saya hanya saya yang mengangkat tangan. Wali kelas hanya tersenyum melihatnya, walau
pun saya sendiri saat itu belum benar-benar tahu esensi dan resiko menjadi
seorang guru seperti apa. Yang jelas pada saat itu dan mungkin saat ini profesi
menjadi guru terkadang masih juga kalah pamor dibandingkan dengan profesi lainnya. Namun, paradigma masyarakat tentulah tidak sesempit itu
setiap profesi memiliki arti, memiliki makna untuk kemajuan kehidupan dan
bangsa ini bahkan setingkat tukang sapu jalanan. Apabila kita sudah mengerti
esensi dari setiap profesi maka akan tercipta kehidupan yang saling menghargai.
Kembali
membahas Bapak Umar Bakri dalam syair lagu tersebut dituliskan bahwa bapak umar
bakri selalu memberi pelajaran ilmu
pasti, murid-muridnya selalu sudah
menunggu dengan keterbatasannya pada saat itu menjadi seorang pegawai negeri
yang katanya 40 tahun mengabdi banyak ciptakan dokter, insinyur dan menteri
namun gajih seperti di kebiri. Sungguh perjuangan yang sangat luar biasa. Pertanyaan
adalah adakah saat ini guru ikhlas seperti beliau ? mungkin suatu pertanyaan
yang menggelitik diri.
Era
pemerintahan terus bergulir kesejahteraan guru juga semakin meningkat, selogan “
Guru tanpa tanda jasa” pun perlahan mulai luntur. Semenjak era kepemimpinan
Bapak Susilo Bambang Yudhoyono tentang kebijakan sertifikasi guru dan dosen
tidak dipungkiri guru bukan profesi yang diremehkan lagi. Tidak hanya itu
bahkan profesi ini kadang dijadikan ajang pelarian, mahasiswa yang sudah lulus
namun sulit bekerja sesuai dengan jurusannya akhirnya mengajar di sekolah.
Terkadang terasa lucu, walau kita pun menyadari bahwa setiap manusia memang
memiliki potensi untuk menjadi pendidik. Namun pertanyaan adalah sejauh
keprofesionalisme profesi guru ditangguhkan ? menjadi guru bukanlah perihal ia
mengajar atau tidak namun juga bagaimana kita dapat mendidik seseorang untuk
menjadi manusia seutuhnya.
Kembali
pada kesejahteraan guru pada saat ini memang jauh sekali dengan era-nya keluar
lagu umar bakri, Kepala Bidang Tendik Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta mencontohkan,
guru PNS golongan III yang sudah sertifikasi memperoleh gaji pokok Rp 2.763.980
ditambah Tunjangan Kerja Daerah (TKD) Rp 2.900.000 dan sertifikasi Rp
2.168.700; sehingga penghasilan seluruhnya Rp 7.832.684; guru PNS golongan IV, memperoleh
gaji pokok Rp 3.195.000, TKD Rp 2.900.000 dan sertifikasi Rp 2.168.700 sehingga penghasilan seluruhnya
Rp 8.263.700. Jika di lihat memang gaji guru PNS di Indonesia masih cukup untuk
hidup dengan layak, meskipun jika dibandingkan dengan gaji guru di negara
tetangga masih jauh lebih kecil. Tetapi yang menyedihkan adalah nasib para guru
honorer. Semoga pemerintah bisa mencari jalan untuk memperbaiki nasib mereka. Dan
kita sebagai generasi muda semoga bisa menjadi agent of change terhadap
perbaikan sistem pendidikan dan kebijakan kesejahteraan profesi guru di masa
depan.
Menjadikan
bapak Umar Bakri yang selalu semangat
bangun pagi, merasakan nikmatnya kopi, lalu memacu sepeda kumbang di tengah
jalan berlubang dengan senyum yang mengembang. Karena itu janganlah kita salah
mengartikan Oemar Bakri, sebab sesungguhnya ia layak menjadi sosok teladan yang
baik bagi guru masa kini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar