Tulisan ini saya awali
dengan cerpen karya mas gun yang saya
kutip dari bukunya “ Lautan Langit “
Karya : Kurniawan Gunadi
“Ada
dua jenis orang baik di dunia ini yang aku temukan sepanjang melakukan
perjalanan,” ujarku pada temanku suatu sore.
“Bagaimana
kamu bisa mengklasifikasikannya menjadi dua?” tanya temanku heran.
“Dengan
menemukan mereka dan mengetahui potongan hidupnya”, jawabku.
Temanku
mengernyitkan dahinya.
“Orang
baik jenis pertama adalah orang-orang yang sedari kecil terjaga, memiliki
lingkungan tumbuh yang baik, memiliki orang tua yang baik, teman yang baik,
hingga mereka hampir tidak pernah bersinggungan dengan hal-hal buruk dengan
kadar serius. Hanya kenakalan kecil yang masih wajar”
“Yang
kedua?” tanyanya.
“Orang
baik yang kedua adalah orang-orang yang dulunya bukan orang baik, tapi berubah
menjadi orang baik. Orang jenis ini lebih banyak daripada jenis pertama. Mereka
adalah orang-orang yang berhasil keluar dari kelam hidup sebelumnya,” tambahku.
“Aku
mengerti, cerita orang pertama itu sebagaimana Rasululloh SAW. Ia terjaga
bahkan sejak lahirnya. Orang kedua adalah seperti sahabat-sahabat nabi, mereka
adalah orang-orang dengan masa lalu yang kelam, tapi berhasil keluar dari semua
itu dan menjadi orang yang luar biasa baik,”
“Iya
dan saat ini orang jenis kedua ini biasanya lebih bijaksana dalam menghadapi
hidup karena mereka tahu dan pernah menjadi orang jahat”, aku melengkapi.
“Apakah
kita termasuk orang baik jenis kedua?” tanyanya.
“Aku
harap kita demikian. Aku menemukan di luar sana banyak orang ingin menjadi
baik, tapi tidak tahu caranya. Ada yang ingin menjadi baik, tapi orang lain
sibuk mencacinya dan menganggapnya cari muka. Mereka ingin mengubah dirinya,
tapi lingkungan justru tidak mendukungnya. Mereka ingin mengubur masa lalunya
yang kelam, tapi orang lain senang sekali menggalinya.”
Kami
berdua tenggelam dalam pikiran masing-masing.
“Apakah
kiranya ada orang yang bisa menerima kita dengan masa lalu sekelam ini?”
tiba-tiba kawanku ini bertanya resah.
“Maksudmu?”
aku ingin memperjelas pertanyaannya.
“Orang
yang bisa menerima orang seperti kita menjadi pasangan hidupnya? Bahkan aku
takut untuk memikirkan itu karena aku merasa tidak cukup pantas untuk itu”,
tatapnya kosong.
Aku
ikut menatap langit-langit dengan kosong.
“Entahlah,
bila ia bisa menerima. Mungkin ia bukan manusia, mungkin malaikat”, jawabku.
Kami
tenggelam dalam keresahan kami masing-masing.
Cerita Hikmah :
Devi Pratiwi S, 22
Ramadhan 1437 H
Pada sabtu malam sebulan yang lalu di pertengahan bulan shaban, saat itu saya sedang mengikuti kajian di sebuah mesjid yang biasa mengadakan kajian keputrian sabtu malam menuju ahad pagi sambil mabit, sebelum acara dimulai seperti biasanya ada tasmi’ al Qur’an biasanya, ada yang mengulang hafalan, lalu ada yang menyimak/mengikuti. Ketika akan hendak posisi untuk duduk, saya memperhatikan wanita yang sedang mengulang hapalannya tersebut suaranya sangat indah ia membawakan surat Al-Mujadallah. Wanita manis berlesung pipit, berkulit sawo matang. Rasa-rasanya saya mengenalnya, saya beralih posisi duduk ke bagian tengah sekitar shaf ke tiga. Ya benar dia adalah kawan lama saya, hampir beberapa tahun kami tidak bertemu. Selepas ia mengalami “tragedi” dan pergi meninggalkan rumahnya. Kedua orangtuanya pun sepertinya sudah tidak tinggal di Bandung lagi. Saya sulit menghubungi dia. Tidak pernah menyangka bahwa Allah akan mempertemukan kami di majelis ilmu ini. Dia jauh sangat berubah.
Pada sabtu malam sebulan yang lalu di pertengahan bulan shaban, saat itu saya sedang mengikuti kajian di sebuah mesjid yang biasa mengadakan kajian keputrian sabtu malam menuju ahad pagi sambil mabit, sebelum acara dimulai seperti biasanya ada tasmi’ al Qur’an biasanya, ada yang mengulang hafalan, lalu ada yang menyimak/mengikuti. Ketika akan hendak posisi untuk duduk, saya memperhatikan wanita yang sedang mengulang hapalannya tersebut suaranya sangat indah ia membawakan surat Al-Mujadallah. Wanita manis berlesung pipit, berkulit sawo matang. Rasa-rasanya saya mengenalnya, saya beralih posisi duduk ke bagian tengah sekitar shaf ke tiga. Ya benar dia adalah kawan lama saya, hampir beberapa tahun kami tidak bertemu. Selepas ia mengalami “tragedi” dan pergi meninggalkan rumahnya. Kedua orangtuanya pun sepertinya sudah tidak tinggal di Bandung lagi. Saya sulit menghubungi dia. Tidak pernah menyangka bahwa Allah akan mempertemukan kami di majelis ilmu ini. Dia jauh sangat berubah.
Entah apa yang terjadi selama ini dalam perjalanan
hidupnya. Setau saya dulu ia memiliki masa-masa yang sulit, putus sekolah,
pergaulan bebas terlebih semenjak kedua orang tuanya bercerai. Kami mengobrol cukup
lama setelah kajian selesai sekitar
pukul 21.00 . Saya tidak terlalu menyinggung bagaimana kehidupan dia di
masalalu saya lebih suka bagaimana dengan keadaan dia sekarang. Saat ini ia
sedang menjalani masa perkuliahannya di salah satu universitas di Bandung selepas
ujian kesetaraan SMA. Yang lebih membuat saya tercengang, dia kini sudah
menikah. Ia menikah dengan seorang pengusaha alat shalat di beberapa pusat
perbelanjaan kota bandung walau usia suaminya terpaut lebih muda ia mampu menerima segala masalalu
teman saya ini. Bagaimana Allah membuat skenario yang berbagai macam alur
cerita kepada setiap makhluk yang diciptakan? Betapa Allah selalu membukakan
pintu rahmat kepada setiap orang yang mau bertaubat. Betapa ada manusia-manusia
yang baik hatinya yang mau menerima dan merubahnya ke arah yang jauh lebih
baik.
Bercermin dari kisah hidup
kawan lama tadi betapa dulu sempat berpikir untuk tidak bergaul dengannya lagi,
betapa dulu sempat saya bersuudzon tentang masa depannya. Disitulah saya
semakin sadar boleh jadi orang yang berbuat buruk saat ini dimasa depan ia akan
jauh lebih baik daripada diri kita saat ini.
Sebagai umat muslim kita
pernah mendengar kisah beberapa sahabat Rosulullah SAW. Betapa bengisnya Umar
ibn Khatab kepada Rasul dan umat islam namun pada akhirnya justru ia menjadi
khalifah yang mati-matian membela agama Allah. Baik-buruk kehidupan kita di
masalalu Allah yang berhak menilai dan memutuskan untuk mengampuni kita. Karena
berkali-kali dalam Al-qur’an disebutkan bahwa Allah maha pengampun maha
penyayang terhadap dosa hambanya yang bertaubat kecuali dosa syirik.
Bisa jadi kita memiliki masa
lalu yang kelam. Yang mungkin saja kebanyakan orang tidak mengetahui masa-masa
itu,sebagaimana kita tidak ingin orang lain menilai kita dengan melihat masa
lalu tersebut. Kita terlihat baik dan sempurna itu karena Allah yang selalu
menutup aib-aib kita. Kewajiban kita pula untuk menutupi aib tersebut baik aib
diri sendiri maupun orang lain, bukan malah menggalinya mencari kesalahan-kesalahannya.
Bagaimana ia berjuang untuk
menjadi lebih baik demi masa depannya, kita mungkin tidak pernah tau apa yang
sebenarnya terjadi dalam sulitnya proses berhijrah meninggalkan sesuatu yang
salah itu mungkin tidaklah mudah, apalagi melupakan masa-masa kelamnya,
berusaha bangkit untuk menjadi insan lebih baik bukan untuk citra di depan
manusia tapi mengharap ridha dari Allah SWT.
Rasulullah bersabda, "Amalan-amalan
itu tergantung akhirnya". (HR.Bukhari Muslim & Al-Baqarah132 dan lihat
QS. An-Nisa 18)
Siapa yang tidak ingin
memiliki kehidupan akhir yang baik “Husnul khatimah”waktu akhir kehidupan kita
tidak ada yang mengetahui untuk itu semoga kita selalu menjadi insan yang
memperbaiki diri saat ini dari kemaksiatan di masalalu demi masa depan yang
lebih baik.
Saya bertanya padanya : Bagaimana proses terberat dalam hijrahnya?
Ia menjawab : Allah,keluarga,suami
juga orang lain mungkin bisa memaafkan dan menerima. Tapi yang terberat adalah
memaafkan diri sendiri, kenyataannya jauh lebih sulit dari memaafkan kesalahan
orang lain. Karena orang lain bisa saja pergi menjauh, sementara kesalahan diri
tetap ada di dalam diri kita setiap hari ditemui.
Bersyukurlah kepada
orang-orang yang terjaga dirinya dari berbagai kemaksiatan sedari kecil,
terdidik dengan ilmu agama dan mampu mengamalkannya dalam kehidupan, tapi bersyukur
itu juga berlaku kepada orang-orang yang Allah beri kesempatan untuk membenahi
dan memperbaiki diri atas kesalahan yang pernah ia lakukan di masa lalu sebelum
ajal menjemput keduanya in syaa Allah termasuk orang yang baik. Untuk itu
semoga kita bukan termasuk orang yang sering menjudge seseorang, karena bisa
jadi orang yang lebih buruk dari kira hari ini di masa depan ia akan menjadi
pribadi yang jauh lebih baik. Tugas kita hanyalah saling menasehati dan
mengajak dalam kebaikan.
hidayah itu bisa kapan saja
datang kepada diri, namun mari tanyakan pada hati seberapa siapkah kita
menjemput hidayah tersebut. Tanpa paksaan, tanpa bantahan. Ini semacam cambukan
terhadap diri saya sendiri yang terkadang masih lalai, masih jauh dari
keshalihan, masih seing riya bahkan mungkin takabur. Padahal mungkin malaikat
maut bisa kapan saja datang menjemput tanpa bertanya kesiapan kita kembali
padaNya tanpa peduli sudah berapa banyak bekal kita untuk dibawa pada kehidupan
setelahnya. Semoga Allah selalu memberi
kesempatan dalam bertaubat mengistiqomahkan dalam kebaikan. Aamiin
Wallahu’alam bishawab
"Kamu jauh lebih berharga dari apa yang kamu pikirkan. Masa lalu
tinggalkan di belakang, dan mulai fokus pada masa depan. Setiap manusia itu
pendosa. Bukan berarti tidak memiliki masa depan yang mulia." –
Anonim-