LET's

Selasa, 28 Juni 2016

Kebaikan dari masa lalu untuk masa depan

Tulisan ini saya awali dengan cerpen karya mas gun  yang saya kutip dari bukunya “ Lautan Langit “

Karya : Kurniawan Gunadi

“Ada dua jenis orang baik di dunia ini yang aku temukan sepanjang melakukan perjalanan,” ujarku pada temanku suatu sore.

“Bagaimana kamu bisa mengklasifikasikannya menjadi dua?” tanya temanku heran.

“Dengan menemukan mereka dan mengetahui potongan hidupnya”, jawabku.
Temanku mengernyitkan dahinya. 

“Orang baik jenis pertama adalah orang-orang yang sedari kecil terjaga, memiliki lingkungan tumbuh yang baik, memiliki orang tua yang baik, teman yang baik, hingga mereka hampir tidak pernah bersinggungan dengan hal-hal buruk dengan kadar serius. Hanya kenakalan kecil yang masih wajar”

“Yang kedua?” tanyanya.

“Orang baik yang kedua adalah orang-orang yang dulunya bukan orang baik, tapi berubah menjadi orang baik. Orang jenis ini lebih banyak daripada jenis pertama. Mereka adalah orang-orang yang berhasil keluar dari kelam hidup sebelumnya,” tambahku.

“Aku mengerti, cerita orang pertama itu sebagaimana Rasululloh SAW. Ia terjaga bahkan sejak lahirnya. Orang kedua adalah seperti sahabat-sahabat nabi, mereka adalah orang-orang dengan masa lalu yang kelam, tapi berhasil keluar dari semua itu dan menjadi orang yang luar biasa baik,”

“Iya dan saat ini orang jenis kedua ini biasanya lebih bijaksana dalam menghadapi hidup karena mereka tahu dan pernah menjadi orang jahat”, aku melengkapi.

“Apakah kita termasuk orang baik jenis kedua?” tanyanya.

“Aku harap kita demikian. Aku menemukan di luar sana banyak orang ingin menjadi baik, tapi tidak tahu caranya. Ada yang ingin menjadi baik, tapi orang lain sibuk mencacinya dan menganggapnya cari muka. Mereka ingin mengubah dirinya, tapi lingkungan justru tidak mendukungnya. Mereka ingin mengubur masa lalunya yang kelam, tapi orang lain senang sekali menggalinya.”

Kami berdua tenggelam dalam pikiran masing-masing.
“Apakah kiranya ada orang yang bisa menerima kita dengan masa lalu sekelam ini?” tiba-tiba kawanku ini bertanya resah.

“Maksudmu?” aku ingin memperjelas pertanyaannya.

“Orang yang bisa menerima orang seperti kita menjadi pasangan hidupnya? Bahkan aku takut untuk memikirkan itu karena aku merasa tidak cukup pantas untuk itu”, tatapnya kosong.

Aku ikut menatap langit-langit dengan kosong.

“Entahlah, bila ia bisa menerima. Mungkin ia bukan manusia, mungkin malaikat”, jawabku.
Kami tenggelam dalam keresahan kami masing-masing.

Cerita Hikmah :
Devi Pratiwi S, 22 Ramadhan 1437 H
Pada sabtu malam sebulan yang lalu di pertengahan bulan shaban, saat itu saya sedang mengikuti kajian di sebuah mesjid yang biasa mengadakan kajian keputrian sabtu malam menuju ahad pagi sambil mabit, sebelum acara dimulai seperti biasanya ada tasmi’ al Qur’an biasanya, ada yang mengulang hafalan, lalu ada yang menyimak/mengikuti. Ketika akan hendak posisi untuk duduk, saya memperhatikan wanita yang sedang mengulang hapalannya tersebut suaranya sangat indah ia membawakan surat Al-Mujadallah. Wanita manis berlesung pipit,  berkulit sawo matang. Rasa-rasanya saya mengenalnya, saya beralih posisi duduk ke bagian tengah sekitar shaf ke tiga. Ya benar dia adalah kawan lama saya, hampir beberapa tahun kami tidak bertemu. Selepas ia mengalami “tragedi” dan pergi meninggalkan rumahnya. Kedua orangtuanya pun sepertinya sudah tidak tinggal di Bandung lagi.  Saya sulit menghubungi dia. Tidak pernah menyangka bahwa Allah akan mempertemukan kami di majelis ilmu ini. Dia jauh sangat berubah.

          Entah apa yang terjadi selama ini dalam perjalanan hidupnya. Setau saya dulu ia memiliki masa-masa yang sulit, putus sekolah, pergaulan bebas terlebih semenjak kedua orang tuanya bercerai. Kami mengobrol cukup lama setelah kajian selesai  sekitar pukul 21.00 . Saya tidak terlalu menyinggung bagaimana kehidupan dia di masalalu saya lebih suka bagaimana dengan keadaan dia sekarang. Saat ini ia sedang menjalani masa perkuliahannya di salah satu universitas di Bandung selepas ujian kesetaraan SMA. Yang lebih membuat saya tercengang, dia kini sudah menikah. Ia menikah dengan seorang pengusaha alat shalat di beberapa pusat perbelanjaan kota bandung walau usia suaminya terpaut  lebih muda ia mampu menerima segala masalalu teman saya ini. Bagaimana Allah membuat skenario yang berbagai macam alur cerita kepada setiap makhluk yang diciptakan? Betapa Allah selalu membukakan pintu rahmat kepada setiap orang yang mau bertaubat. Betapa ada manusia-manusia yang baik hatinya yang mau menerima dan merubahnya ke arah yang jauh lebih baik.


Bercermin dari kisah hidup kawan lama tadi betapa dulu sempat berpikir untuk tidak bergaul dengannya lagi, betapa dulu sempat saya bersuudzon tentang masa depannya. Disitulah saya semakin sadar boleh jadi orang yang berbuat buruk saat ini dimasa depan ia akan jauh lebih baik daripada diri kita saat ini.

Sebagai umat muslim kita pernah mendengar kisah beberapa sahabat Rosulullah SAW. Betapa bengisnya Umar ibn Khatab kepada Rasul dan umat islam namun pada akhirnya justru ia menjadi khalifah yang mati-matian membela agama Allah. Baik-buruk kehidupan kita di masalalu Allah yang berhak menilai dan memutuskan untuk mengampuni kita. Karena berkali-kali dalam Al-qur’an disebutkan bahwa Allah maha pengampun maha penyayang terhadap dosa hambanya yang bertaubat kecuali dosa syirik.

Bisa jadi kita memiliki masa lalu yang kelam. Yang mungkin saja kebanyakan orang tidak mengetahui masa-masa itu,sebagaimana kita tidak ingin orang lain menilai kita dengan melihat masa lalu tersebut. Kita terlihat baik dan sempurna itu karena Allah yang selalu menutup aib-aib kita. Kewajiban kita pula untuk menutupi aib tersebut baik aib diri sendiri maupun orang lain, bukan malah menggalinya mencari kesalahan-kesalahannya.

Bagaimana ia berjuang untuk menjadi lebih baik demi masa depannya, kita mungkin tidak pernah tau apa yang sebenarnya terjadi dalam sulitnya proses berhijrah meninggalkan sesuatu yang salah itu mungkin tidaklah mudah, apalagi melupakan masa-masa kelamnya, berusaha bangkit untuk menjadi insan lebih baik bukan untuk citra di depan manusia tapi mengharap ridha dari Allah SWT.

Rasulullah bersabda, "Amalan-amalan itu tergantung akhirnya". (HR.Bukhari Muslim & Al-Baqarah132 dan lihat QS. An-Nisa 18)

Siapa yang tidak ingin memiliki kehidupan akhir yang baik “Husnul khatimah”waktu akhir kehidupan kita tidak ada yang mengetahui untuk itu semoga kita selalu menjadi insan yang memperbaiki diri saat ini dari kemaksiatan di masalalu demi masa depan yang lebih baik.

Saya bertanya padanya :  Bagaimana proses terberat dalam hijrahnya?

Ia menjawab : Allah,keluarga,suami juga orang lain mungkin bisa memaafkan dan menerima. Tapi yang terberat adalah memaafkan diri sendiri, kenyataannya jauh lebih sulit dari memaafkan kesalahan orang lain. Karena orang lain bisa saja pergi menjauh, sementara kesalahan diri tetap ada di dalam diri kita setiap hari ditemui.

Bersyukurlah kepada orang-orang yang terjaga dirinya dari berbagai kemaksiatan sedari kecil, terdidik dengan ilmu agama dan mampu mengamalkannya dalam kehidupan, tapi bersyukur itu juga berlaku kepada orang-orang yang Allah beri kesempatan untuk membenahi dan memperbaiki diri atas kesalahan yang pernah ia lakukan di masa lalu sebelum ajal menjemput keduanya in syaa Allah termasuk orang yang baik. Untuk itu semoga kita bukan termasuk orang yang sering menjudge seseorang, karena bisa jadi orang yang lebih buruk dari kira hari ini di masa depan ia akan menjadi pribadi yang jauh lebih baik. Tugas kita hanyalah saling menasehati dan mengajak dalam kebaikan.

hidayah itu bisa kapan saja datang kepada diri, namun mari tanyakan pada hati seberapa siapkah kita menjemput hidayah tersebut. Tanpa paksaan, tanpa bantahan. Ini semacam cambukan terhadap diri saya sendiri yang terkadang masih lalai, masih jauh dari keshalihan, masih seing riya bahkan mungkin takabur. Padahal mungkin malaikat maut bisa kapan saja datang menjemput tanpa bertanya kesiapan kita kembali padaNya tanpa peduli sudah berapa banyak bekal kita untuk dibawa pada kehidupan setelahnya.  Semoga Allah selalu memberi kesempatan dalam bertaubat mengistiqomahkan dalam kebaikan. Aamiin

Wallahu’alam bishawab

"Kamu jauh lebih berharga dari apa yang kamu pikirkan. Masa lalu tinggalkan di belakang, dan mulai fokus pada masa depan. Setiap manusia itu pendosa. Bukan berarti tidak memiliki masa depan yang mulia." – Anonim-