LET's

Jumat, 25 Maret 2016

Sajak di Bulan Maret



Aku masih menjadi perempuan itu,
bahkan saat hari tanda kita mulai menua
Ditengah dua peralihan musim hujan dan kemarau
Ketika angin tetap tak berkabar, pesan tak lagi hilir mudik di saban malam
Ia terlalu malu, segan , disertai kesabaran yang menikam kuat
dalam kepasrahan kita pada takdirnya, dalam hening saling menjaga diri

Ketidakpastian ini terkadang mengerikan namun telah mengajari
keindahan tentang makna spasi diantara kita
Aku hanya bisa memeluk tabah, dan terkadang mulai lelah

Jika aku tidak lagi menjadi perempuan itu
Bukan aku putus harapan, bukan pula hati yang berubah
Hanya jiwa dan perasaan yang telah ku tangguhkan kepada yang Maha Segalanya
Ku titipkan agar Ia mau menyampaikan
Bahwa pernah ada perempuan yang selalu menunggumu pulang
Disaat dalam perantauan, pun saat kamu mulai melupakannya


Seperti yang ku katakan Tuhan itu maha baik telah mengirimkanmu untuk selalu ku rindui
Dalam bait sajak yang tak elok juga dalam rindu yang terpatri dalam do’a
Percayalah, semua ini akan selalu menjadi cerita diantara bulan kedua dan keempat



22- Maret- 2016

Devi Pratiwi Sudrajat

Memaknai Filosofi “ Umar Bakri”


Oleh :  Devi Pratiwi Sudrajat

Tahun 80-an musisi legendaris Indonesia, Iwan Fals yang populer dalam album Sarjana Muda membuat lagu Umar bakri, lagu yang menggambarkan perjuangan tokoh fiktif seorang pendidik dengan segala keterbatasan yang ada. Pada era itu pula menggambarkan bagaimana masyarakat indonesia memaknai profesi guru. Satu bulan penuh dengan keringat keluh kesah mendidik hanya di bayar sekadarnya. Itulah sebabnya dulu jarang sekali ada generasi muda bercita-cita menjadi guru. Saya masih ingat ketika saat itu saya memasuki bangku kelas 7 SMP, sebutlah salah satu SMP favorit di Kota Bandung pada zamannya. Setiap senin pagi biasanya wali kelas mengisi perwalian sekedar berbagi cerita atau memotivasi. Saat itu wali kelas saya adalah guru kesenian ia bertanya : siapakah di kelas ini yang bercita-cita menjadi dokter, saya masih ingat teman di samping saya mengangkat tangan juga sekitar lima orang lainnya. Siapa yang bercita-cita menjadi insinyur mungkin seperempat kelas mengangkat tangan, tiba di suatu pertanyaan ; siapa diantara kalian yang bercita-cita menjadi seorang guru seorang pendidik? dari sekitar 40 siswa di kelas saya hanya saya yang mengangkat tangan.  Wali kelas hanya tersenyum melihatnya, walau pun saya sendiri saat itu belum benar-benar tahu esensi dan resiko menjadi seorang guru seperti apa. Yang jelas pada saat itu dan mungkin saat ini profesi menjadi guru terkadang masih juga kalah pamor dibandingkan dengan profesi lainnya. Namun, paradigma masyarakat tentulah tidak sesempit itu setiap profesi memiliki arti, memiliki makna untuk kemajuan kehidupan dan bangsa ini bahkan setingkat tukang sapu jalanan. Apabila kita sudah mengerti esensi dari setiap profesi maka akan tercipta kehidupan yang saling menghargai.
Kembali membahas Bapak Umar Bakri dalam syair lagu tersebut dituliskan bahwa bapak umar bakri selalu  memberi pelajaran ilmu pasti, murid-muridnya  selalu sudah menunggu dengan keterbatasannya pada saat itu menjadi seorang pegawai negeri yang katanya 40 tahun mengabdi banyak ciptakan dokter, insinyur dan menteri namun gajih seperti di kebiri. Sungguh perjuangan yang sangat luar biasa. Pertanyaan adalah adakah saat ini guru ikhlas seperti beliau ? mungkin suatu pertanyaan yang menggelitik diri.
Era pemerintahan terus bergulir kesejahteraan guru juga semakin meningkat, selogan “ Guru tanpa tanda jasa” pun perlahan mulai luntur. Semenjak era kepemimpinan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono tentang kebijakan sertifikasi guru dan dosen tidak dipungkiri guru bukan profesi yang diremehkan lagi. Tidak hanya itu bahkan profesi ini kadang dijadikan ajang pelarian, mahasiswa yang sudah lulus namun sulit bekerja sesuai dengan jurusannya akhirnya mengajar di sekolah. Terkadang terasa lucu, walau kita pun menyadari bahwa setiap manusia memang memiliki potensi untuk menjadi pendidik. Namun pertanyaan adalah sejauh keprofesionalisme profesi guru ditangguhkan ? menjadi guru bukanlah perihal ia mengajar atau tidak namun juga bagaimana kita dapat mendidik seseorang untuk menjadi manusia seutuhnya.
Kembali pada kesejahteraan guru pada saat ini memang jauh sekali dengan era-nya keluar lagu umar bakri, Kepala Bidang Tendik Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta mencontohkan, guru PNS golongan III yang sudah sertifikasi memperoleh gaji pokok Rp 2.763.980 ditambah Tunjangan Kerja Daerah (TKD) Rp 2.900.000 dan sertifikasi Rp 2.168.700; sehingga penghasilan seluruhnya Rp 7.832.684; guru PNS golongan IV, memperoleh gaji pokok Rp 3.195.000, TKD Rp 2.900.000 dan sertifikasi Rp 2.168.700 sehingga penghasilan seluruhnya Rp 8.263.700. Jika di lihat memang gaji guru PNS di Indonesia masih cukup untuk hidup dengan layak, meskipun jika dibandingkan dengan gaji guru di negara tetangga masih jauh lebih kecil. Tetapi yang menyedihkan adalah nasib para guru honorer. Semoga pemerintah bisa mencari jalan untuk memperbaiki nasib mereka. Dan kita sebagai generasi muda semoga bisa menjadi agent of change terhadap perbaikan sistem pendidikan dan kebijakan kesejahteraan profesi guru di masa depan.
Menjadikan bapak Umar Bakri yang selalu  semangat bangun pagi, merasakan nikmatnya kopi, lalu memacu sepeda kumbang di tengah jalan berlubang dengan senyum yang mengembang. Karena itu janganlah kita salah mengartikan Oemar Bakri, sebab sesungguhnya ia layak menjadi sosok teladan yang baik bagi guru masa kini.