LET's

Jumat, 25 Juli 2014

Catatan Hati Seorang Rakyat: Fenomena PEMILU 2014



Setidaknya ini akan menjadi saksi bahwa aku pernah hidup di jaman reformasi dalam bingkai demokrasi, mengambil hikmah dari setiap tragedi di Negeri tercintaku INDONESIA

Jika akhir-akhir ini ibu-ibu bahkan bapak-bapak sedang ramai dengan sinetron yang diangkat dari novel Bunda Asma Nadia yang berjudul “Catatan Hati Seorang Istri”  maka disini kutuliskan sebuah postingan blog ”Catatan Hati Seorang Rakyat”, serangkaian tragedi yang terjadi di tanah pertiwiku INDONESIA. Walau aku tidak menekuni bidang ilmu sosial dan politik atau pun pemerintahan menanggapi berbagai isu dan fenomena di tanah air bukanlah suatu dosa bukan? sebagai warga negara kita memiliki hak untuk bersuara TENTUNYA dengan batas norma dan aturan yang SEWAJARNYA walau terkadang orang-orang menanggapinya secara berlebihan mungkin kusebut negeriku ini adalah “Negeri Para Komentator”. Kemarin sempat ingin ku kirimkan sebuah kolom opini ilmiah ke rubrik media cetak lokal terkait pemilu 2014 ini. Tapi mengingat pada saat itu tulisan ilmiah (re:skripsi) belum kunjung selesai dan opiniku pun belum tentu ada yang berkenan memuat. Lebih baik kualihkan saja energiku untuk hal yang lebih bermanfaat.

Berawal dari pemilihan umum Legislatif
Tepat pada tanggal 9 April 2014 kemarin bangsa Indonesia merayakan yang namaya pesta demokrasi, katanya. Setiap warga negara yang telah memiliki hak pilih tentu berkewajiban untuk memilih calon wakil rakyatnya menuju pemerintahan. Ini bukan pertama kali dalam hidup mengingat tahun 2009 pun aku sudah memiliki hak pilih. Tapi tahun 2014 ini adalah pemilu yang luar biasa bagiku. Apanya yang luar biasa? iya luar biasa capenya sepanjang masa kampanye  baca media massa dengan segala pemberitaannya. Ya ku tahu selama ini media itu pembawa berita untuk mencerdaskan rakyat dengan sikap netral tentunya. Tapi tidak yang kulihat di tahun ini. Setiap kubu saling menjatuhkan berlomba-lomba membuat issu dan fitnah yang mereka bingkai dalam berita. Yang lebih membuat miris situs islami yang selama ini menjadi wasilah syiar dakwah islam pun juga ikut tercemari.
Setiap orang mulai menunjukan karakternya menanggapi berbagai hal, yang lebih menyedihkan adalah para tokoh masyarakat, pejabat, beberapa figur , ustadz, kiayi, pendeta larut dalam pesta demokrasi ini. Temanku bilang di negeri ini akibat terlibat politik praktis para sosok para ulama itu telah menjadi bayaran partai, mereka berdagang ayat di mana-mana, Ustad adalah Usaha Tarik Duit, kitab suci hanya sekedar bacaan dan agama hanya sebuah nama. Naudzubillah.
Harta, tahta, wanita tiga godaan duniawi yang menjadikan manusia akan sangat berbeda. Jabatan yang tidak akan dibawa mati telah membuat buta. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku pada mereka yang aku cintai tapi selalu aku panjatkan do’a tolong kuatkan kami dalam keistoqomahan dan kejujuran agar apa yang kami lakukan bisa menjadi berkah di dunia ini. Ingatkan kami dalam kebaikan karena tak jarang  manusia berubah sedemikian rupa hanya karena sebuah jabatan. 

Calon Presiden - Wakil Presiden 2014