LET's

Selasa, 16 April 2013

Dibalik Kekacauan UN 2013



Oleh : Devi Pratiwi Sudrajat
Mahasiswa Pendidikan Kimia
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

Senin, 15/04/2013 merupakan hari pertama Ujian Nasional (UN) untuk SMA/MA sederajat dilaksanakan banyak hal yang perlu dievaluasi khususnya bagi Kemdikbud dalam pelaksanaan UN yang katanya menjadi tolak ukur kelulusan siswa. Bermula dari himbauan pemerintah bahwa UN tahun ini akan menerapkan 20 paket soal UN untuk menghindari adanya kecurangan dan kebocoran soal UN. Membuat para siswa risau serta guru pun harus bekerja ekstra keras agar peserta didiknya bisa menempuh UN dengan sistem yang selalu berubah-ubah setiap tahunnya. Namun ada hal yang diluar dugaan dalam UN tahun ini. Bukan karena UN yang selalu menjadi wacana menakutkan,tapi UN tahun 2013 ini dinyatakan gagal. 

Indikator kegagalan ini pun dapat dilihat dari gencarnya media mempublikasikan banyaknya kekacauan dalam UN tahun 2013, dimulai dari keterlambatan dan tidak terkirimnya paket soal ke 11 Provinsi. Hingga hari H, paket Soal Ujian Nasional untuk SMA dan SMK untuk 11 Provinsi di kawasan Indonesia Tengah belum dapat terkirim sehingga membuat jadwal Ujian Nasional yang semula dijadwalkan dari tanggal 15 April 2013 bergeser menjadi tanggal 18 April 2013 ( edukasi.kompasiana.com 16/4/2013 ).  Selain itu tidak berkualitasnya dari lembar kerja jawaban yang dirasa gampang sobek, membuat tidak sedikitnya siswa kecewa dan risau . Tidak hanya disitu kekacauan pun terjadi pada beberapa soal,  pada  sampul Bahasa Indonesia namun  isi Soal Bahasa Inggris, banyaknya soal yang rusak baik pembungkusnya atau robeknya beberapa naskah, ini menunjukkan kualitas bahan yang rendah, padahal dana yang dikucurkan oleh pemerintah sangat besar. 
Gambar Ilustrasi

Pelaksanaan UN tahun ini tidak hanya kontroversi  mewarnai kebocoran soal UN seperti  tahun-tahun sebelumnya tapi lebih dari itu, kegagalan yang harus dijadikan evaluasi besar-besaran bagi pendidikan Indonesia, banyaknya kekacauan pada pelaksanaan UN menandakan kurangnya persiapan dan koordinasi khususnya dalam Kemdikbud, sudah sepatutnya kebijakan UN ini disertai dengan persiapan dan pelaksanaan yang baik pula apalagi mengingat dana untuk pelaksanaan UN ini tidak sedikit. Minimalnya memilih tender percetakan yang sigap dan memilih kualitas kertas yang baik serta penyebaran soal UN yang profesional. 

Besar harapan jika setiap kebijakan hendaknya diikuti konsep yang matang dan pelaksanaan yang terkoordinir dengan baik, karena sedikitnya kekacauan ini akan menimbulkan dampak negatif terhadap pendidikan Indonesia terlebih terganggunya  psikologis peserta UN.  Semoga dibalik kekacauan ini kita sama-sama membenahi sistem pendidikan Indonesia dari berbagai aspek, terlebih Kemdikbud agar lebih mengevaluasi untuk pelaksanaan UN selanjutnya namun  alangkah lebih baiknya pelaksanaan Ujian Nasional tidak dijadikan  sebagai kriteria kelulusan,namun hanya digunakan sebagai pengukur keberhasilan tingkat pendidikan di sekolah agar bisa benahi dari setiap lini Indonesia untuk pendidikan yang lebih baik.